‘Meledak!’
Satu kata yang paling mewakili isi buku ini, menurut saya. Eits,
bukan isinya anarkis apalagi radikalis. Meledak yang saya maksud di sini
adalah,
Alhamdulillah kita sudah memasuki tahun baru Hijriah yang ke 1440. Saya pun merenung. Apa saja yang telah saya lakukan selama setahun ke belakang? Apakah yang saya lakukan lebih banyak manfaatnya atau sebaliknya?
Udah baca curhatan saya di sini? Hehehe. Silakan baca dulu, siapa tahu ada manfaatnya ☺☺
Nah, jadi sebenarnya, saya udah beberapa kali
makan Bakmi Jawa ini, karena beberapa kali suami bawain ke rumah. Tapi, baru
kemarin saya tahu dimana lokasinya.
Yup. Lokasinya ternyata ada di
Ditemani oleh suami dan anak-anak, saya
pergi ke salah satu gallery sebuah provider. Udah sering sih, bolak-balik
kesini. Seperti ketika mencoba mengaktifkan kembali kartu yang terlanjur
terblokir. Tapi, unfortunately, enggak bisa. Dikarenakan… (nanti deh ditulis dipostingan lain, ya)
Nah, kali ini, kita niatnya mau
minta tolong ngebenerin paket datanya Mama, karena udah diisi pulsa sekitar
seratus ribu lebih, tapi koq
Alhamdulillah, hari ini Caca menginjak usia 4 tahun. Enggak berasa
emang kayaknya. Hehehe.
Masih inget banget deh, waktu itu jam empat sore, suami
belum pulang dari acara kemping di sekolah, saya ngerasain kontraksi di rumah. Awalnya
keluar flek, terus koq makin mules-mules gimana gitu, kayak cewek yang mau
datang bulan haid, mulesnya lebih nyelekit tapi.
Ada banyak momen yang indah pada
saat lebaran. Sebagai mana yang dialami oleh muslim umumnya. Dan beberapa di
bawah ini adalah momen terindah yang saya alami.
Momen terindah saat lebaran adalah
Beberapa hari yang lalu, teman dekat saya, bercerita bahwa
anaknya yang baru kelas satu SD, dibekali tempat minum Tupperware, hilang di dalam kelas.
Sebenarnya awalnya begini, ketika keluar dari kelas dan baru sampai gerbang sekolah, teman saya ngeh, koq botol Tupperware yang dibawa anaknya enggak ada di tas. Lalu,
Sebenarnya awalnya begini, ketika keluar dari kelas dan baru sampai gerbang sekolah, teman saya ngeh, koq botol Tupperware yang dibawa anaknya enggak ada di tas. Lalu,
Ada yang belum tahu buah Tin? Atau ada yang belum pernah dengar kata Tin? Wah, kalau orang muslim pasti pernah mendengar nama itu. Apalagi kalau yang sering membaca Alquran, pasti telinganya tidak asing lagi dengan buah Tin. Karena, buah Tin adalah salah satu buah yang disebutkan secara langsung di dalam QS. At-Tin.
Nah, awalnya saya juga enggak pernah tahu bentuk buahnya kayak gimana.
Sampai pada suatu ketika,
Nah, awalnya saya juga enggak pernah tahu bentuk buahnya kayak gimana.
Sampai pada suatu ketika,
Awalnya saya tak didaftarkan dalam peserta rombongan, tapi
Sumber gambar di sini |
Seorang adik tingkat bercerita pada saya, long time ago, bahwa doi sedang dalam masa dimana ingin sekali move on, tapi koq susyeh banget. Entah ya, padahal saya bukan mama dedeh, yang suka jadi tempat curhat tapi enggak ada salahnya juga saya mencoba sharing atas apa yang bisa saya jawab mengenai persoalan itu.
Dan sebenarnya bukan cuma adik tingkat saya itu saja yang pernah konsul demikian, beberapa orang yang kebetulan dekat dengan saya juga pernah menanyakan tips serupa agar segera bisa move on. Saya kadang merasa lucu saat menuliskan ini kembali, karena menjawab hal itu membuat saya seperti sedang menasehati diri saya ratusan tahun silam, wkwkwk, kesannya eike tue bener yak :D
Ya, setiap orang mungkin pernah ada di masa yang kurang menyenangkan. Ada yang mungkin pernah merasa dikhianati, mungkin ada yang pernah merasa disakiti, dan sebagainya. Apalagi kalau kasusnya soal asmara. Fuuuh #niupDandelion
Maka, mungkin, mungkin sharing yang akan saya tulis ini bisa sedikit membantu siapapun yang sedang merasakan itu.
Berikut ini ada 5 cara yang bisa mempercepat kita untuk bisa Move ON.
Saya bukan bola-adict, tapi saya suka memperhatikan permainan
ini. Sebenarnya awal saya mulai memperhatikan sepak bola dunia adalah ketika
piala dunia 2002, karena di sana ada Miroslav Klose.
Ah elah, bocah cewek kelas enam SD, tahu apa soal bola. Tapi
ya emang begitu kenyataannya, saya mulai tertarik piala dunia sejak melihat ada
Uwa Klose di sana. Keren aja gitu melihat gol-gol kecenya waktu itu. Sampai
"Ridwan Kamil ya, jadinya yang menang?" tanya paman saya kemarin sore.
"Eh?" saya terperanjat, bukan karena mendengar pertanyaan dari paman saya tersebut, tapi lebih karena saya baru ingat kalau saya belum menuliskan hal itu di blog ini.
Ya, beberapa waktu lalu, kita semua tahu dan sama-sama melaksanakan pemilihan gubernur atau kepala daerah dengan serentak dibeberapa provinsi di Indonesia. Jawa Barat salah satunya.
Ada empat calon pasangan saat itu, dengan julukan masing-masing. Yang kesatu, Rindu, singkatan dari nama Ridwan Kamil-UU. Yang kedua, Hasanah, akronim dari Hasan-Anton-amanah. Yang ketiga, Asyik alias Adjat-Syaikhu. Dan yang ke Empat sebutannya 2D, yakni Dedy Mizwar-Dedy Mulyadi.
Menurut beberapa survei,
"Eh?" saya terperanjat, bukan karena mendengar pertanyaan dari paman saya tersebut, tapi lebih karena saya baru ingat kalau saya belum menuliskan hal itu di blog ini.
Ya, beberapa waktu lalu, kita semua tahu dan sama-sama melaksanakan pemilihan gubernur atau kepala daerah dengan serentak dibeberapa provinsi di Indonesia. Jawa Barat salah satunya.
Ada empat calon pasangan saat itu, dengan julukan masing-masing. Yang kesatu, Rindu, singkatan dari nama Ridwan Kamil-UU. Yang kedua, Hasanah, akronim dari Hasan-Anton-amanah. Yang ketiga, Asyik alias Adjat-Syaikhu. Dan yang ke Empat sebutannya 2D, yakni Dedy Mizwar-Dedy Mulyadi.
Menurut beberapa survei,
Pernah enggak sih, ngalamin momen dimana kita ingin reunian, tapi ada saja halangannya. Yang satu bisa, yang lain enggak bisa. Yang satu sempet, yang lain enggak sempet. Enggak ketemu timing yang pas untuk ngumpul semua.
Pernah ngalamin gitu sama temen-temen? Atau sering? Hahaha.
Ya, saya dan kedua 'kakak' saya pun begitu.
Jadi ceritanya begini.
Kuliner merupakan wisata yang tak bisa lepas dari siapapun saat pergi liburan. Menikmati ragam kuliner di kota tujuan terkadang membuat kebahagiaan tersendiri yang menjadi pelengkap liburan kamu. Seperti
Tanggal 20 Mei 2018 yang lalu, kami berkesempatan untuk mengikuti kegiatan Safari Ramadhan Ustad Nasrullah, yang pada saat itu dilaksanakan di aula Hotel Brits Karawang. Dan maaf baru sempat saya posting sekarang #gigitgadget
Hadirnya saya dan suami di kegiatan tersebut terbilang ajaib menurut kami. Karena, sebelumnya kami bingung apakah akan mengikuti kegiatan itu atau tidak dengan berbagai pertimbangan.
Pertama,
Hadirnya saya dan suami di kegiatan tersebut terbilang ajaib menurut kami. Karena, sebelumnya kami bingung apakah akan mengikuti kegiatan itu atau tidak dengan berbagai pertimbangan.
Pertama,
Baju baru alhamdulillah
Tuk dipakai di hari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama 😊
Masih ingat lagu anak-anak yang dipopulerkan oleh Dea Ananda, di atas? (hahaha, ketauan banget ya yang nulis anak jaman kapan 😛)
Ya, budaya yang ada di Indonesia, entah sejak kapan dimulainya, menjelang akhir ramadhan, masyarakat kita berburu
Tuk dipakai di hari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama 😊
Masih ingat lagu anak-anak yang dipopulerkan oleh Dea Ananda, di atas? (hahaha, ketauan banget ya yang nulis anak jaman kapan 😛)
Ya, budaya yang ada di Indonesia, entah sejak kapan dimulainya, menjelang akhir ramadhan, masyarakat kita berburu
Kalau Anda sering mendengar ceramah salah satu Ustad asal Parahyangan, alias asal Sunda, pasti paham siapa yang sering mengatakan kalimat ini : "Rek Kitu Wae?"
Yap, dialah Ustad Evie. Seorang dai yang dikenal eksentrik. Unik. Namun, kali ini saya belum akan membahas biografinya. Melainkan saya akan meminjam kata yang sering beliau ucapkan. Rek Kitu Wae? Dan akan saya uraikan melalui perspektif saya.
Karena saya sendiri seringnya merasa ter-Jleb-isasi, ketika mendengarnya. 'Rek kitu wae?'
Yap, dialah Ustad Evie. Seorang dai yang dikenal eksentrik. Unik. Namun, kali ini saya belum akan membahas biografinya. Melainkan saya akan meminjam kata yang sering beliau ucapkan. Rek Kitu Wae? Dan akan saya uraikan melalui perspektif saya.
Karena saya sendiri seringnya merasa ter-Jleb-isasi, ketika mendengarnya. 'Rek kitu wae?'
Maafkan jika tulisan ujung judulnya terkesan agak maksa biar sounds interesting ya 😄 Maksudnya mah gini:
Balada Kemenag Rilis 200 Mubalig dan Tanggapan Unik 😄
Subhanallah. Awalnya saya enggak niat membuat tulisan ini. Tapi, rasanya sayang kalau tidak mengarsipkan momen luar biasa ini. Apalagi pas saya baca komentar-komentar netizen yang kayaknya koq enggak putus-putus urat kreatifnya :D
Buktinya ini,
Balada Kemenag Rilis 200 Mubalig dan Tanggapan Unik 😄
Subhanallah. Awalnya saya enggak niat membuat tulisan ini. Tapi, rasanya sayang kalau tidak mengarsipkan momen luar biasa ini. Apalagi pas saya baca komentar-komentar netizen yang kayaknya koq enggak putus-putus urat kreatifnya :D
Buktinya ini,
15 Mei 2017.
Pagi-pagi udah mulai enggak keruan rasanya perut. Sampai
siang makin enggak keruan. Apa iya, kontraksi beneran? Mana di rumah lagi
sendirian. Suami lagi di sekolah. Teteh Caca lagi nginep di eyanknya.
Alhamdulillah, jam satu siang mama datang. Beliau khawatir
kalau saya emang mau brojolan. Mama udah nyaranin ke bidan. Dan emang mau ke bidan nunggu suami
pulang. Tapi, waktu itu suami belum bisa pulang karena masih ada tugas yang tak
bisa ditinggalkan. Saya mah udah pasrah. Kalaupun suami enggak bisa nganter,
toh bisa minta tolong saudara atau tetangga. Soalnya waktu itu belum booming
ojek/driver online.
Dan, the amazing of pasrah,
Dalam postingan sebelumnya, di sini, saya menyarankan agar
Tere Liye melanjutkan kisah Negeri Para Bedebah yang memang ciamik tapi masih
ngegantung itu. Dan ternyata, emang udah ada lanjutan sekuelnya.
Jadi, emang saya nya aja yang telat bacanya, hahaha. Wong Negeri Para Bedebah terbit 2012, saya bacanya 2018. Hahahaha. Tapi, konten ceritanya masih sesuai dengan keadaan zaman now koq. Dan inilah sekuel nya : Negeri di Ujung Tanduk.
Jadi, emang saya nya aja yang telat bacanya, hahaha. Wong Negeri Para Bedebah terbit 2012, saya bacanya 2018. Hahahaha. Tapi, konten ceritanya masih sesuai dengan keadaan zaman now koq. Dan inilah sekuel nya : Negeri di Ujung Tanduk.
Nah. Ternyata,
Adalah Thomas,
seorang Konsultan Keuangan Profesional yang karirnya cemerlang. Kesibukannya yang padat sebagai pakar atau penasehat ulung ekonomi membuatnya sibuk wara wiri ke sana dan kemari, seminar ini, seminar itu, pertemuan ini, pertemuan itu, mengurus ini, mengurus itu, membuat dia sibuk bukan main, bahkan sibuknya mengalahkan jadwal presiden ternama sekalipun. Karena kan kalau presiden yang kita ketahui bersama mah sesibuk apapun tetap bisa membuat Vlog sendiri ya, santai membahas Kuda, atau Rusa istana, dll. #uhuk #fokus please.Curriculum Vitae Thomas terlihat lempeng. Umumnya orang-orang berprestasi lainnya. Lulus dari sekolah dengan membanggakan. Namun tak banyak yang tahu, bahwa Thomas memiliki masa kelam. Puluhan tahun yang lalu. Dan itu masih membekas pedih di hatinya.
Alur Novel yang satu ini, bisa dibilang maju mundur cantik #syahrinimodeon.
Jauh sebelum kenal blog, aku sudah senang
bercerita, sejak masih di bangku SD. Kadang bercerita lewat gambar-gambar yang kujelaskan panjang lebar
alur ceritanya pada teman-teman yang mau mendengarkan. Dan aku baru sadar
sekarang, mereka koq mau-mau saja ya mendengarkan ceritaku. Padahal gambarku
juga enggak bagus-bagus amat, seadanya malah. Apa mungkin mereka kasihan semata,
karena melihatku butuh pendengar? Hahaha. Ah entahlah. Aku sudah sangat
berterima kasih pada mereka apapun alasannya.
Selain bercerita lewat gambar (sekali
lagi aku tekankan, gambar yang kuguratkan sangat sederhana, jadi jangan
membayangkan kalau aku jago menggambar ya, hehe), aku juga senang bercerita
lewat tulisan.
Dan aku
bisa menghabiskan berlembar-lembar tulisan di buku tulis biasa. Itu loh, buku
tulis yang di setiap lembarnya selalu ada kata-kata motivasi
terselip di bawahnya. Misal, yang paling aku ingat adalah : never put till tomorrow what you can do
today. Uh yeah. Dulu saat membaca kamut
itu berasa keren sekali. Tapi sampai
sekarang, pengaplikasiannya butuh niat dan usaha extra ternyata.
Atau kadang-kadang, kalau lagi iseng,
aku menulis cerita di halaman belakang. Jadi seperti menulis catatan berbahasa
arab. Dari belakang ke depan. Maka, penuhlah halaman belakang buku-buku tulis aku
dengan warna-warni cerita. Entah itu cerita karangan yang yang aku buat di
sekolah, ataupun saat senggang di rumah.
Kegemaran
menulis cerita terus berlanjut sampai ke jenjang berikutnya. Apalagi saat itu
ada dua orang teman aku, Siti Masitoh dan Nur Ayu Sekar Ningsih, yang juga
punya kegemaran serupa. Walaupun kita beda esempe
alias SMP.
Bahkan kami sempat membuat novelet. Trio. Kami menulisnya gantian. Di buku yang sama. Temanya mengalir begitu saja, karena tergantung
buku itu sedang ada di tangan siapa, hahaha. Dan tentu saja menulisnya langsung
menggunakan pulpen alias tulis tangan. Bukan ketikan komputer. Karena, waktu
itu belum ada fasilitas komputer. Kalaupun ada, masih sangat sulit kami temui rental-nya. Sekalipun menemukan rental-nya, uang sewanya lebih baik kami
gunakan untuk jajan baklor alias martabak telor sepulang kami ngaji, hehehe.
Untuk itu,
saking niatnya, aku pernah menulis
sendiri beberapa novelet (tentu kaidahnya jauh dari sempurna sebagaimana novel
yang telah diterbitkan penerbit), masih di buku tulis biasa, dan dibaca oleh
beberapa teman yang senang membaca. Ada juga kakak kelas yang ikut membaca
secara bergantian. Lalu ada yang berkomentar, bahwa cerita yang aku buat bagus
sekali. Padahal itu cuma fiksi.
Sejak saat itu aku makin semangat menulis.
Dan makin senang membaca, karena amunisi menulis memang berawal dari membaca. Namun
karena aku tak punya cukup uang untuk membeli majalah-majalah atau buku-buku
selain buku pelajaran, maka perpustakaan sekolah merupakan tempat favoritku. Aku
bisa menahan lapar pada jam istirahat, untuk aku gunakan sebanyak mungkin di
perpustakaan.
Menjelang kelas tiga esempe, hobi menulisku redup. Karena, Mama
tak suka aku menulis. Bagi Mama menulis itu buang waktu. Mama khawatir aku
kebanyakan melamun dan tidak fokus pada pelajaran. Karena memang aku menulis
tanpa panduan siapapun alias otodidak.
Hiks.
Semua buku
tulis yang isinya cerita fiksiku, aku sobek-sobek sendiri. Kesel, sedih,
kecewa. Karena hobiku tak direstui. Sejak saat itu aku malas menulis. Enggak selera lagi menulis
cerita, bahkan ketika diminta oleh teman yang suka membaca.
Sampai kelas dua esema alias SMA, aku kangen. Sudah dua tahun aku berhenti menulis.
Aku kangen halaman belakang buku tulisku ada cerita karyaku lagi. Maka, tanpa
sepengetahuan Mama, aku mulai menulis lagi. Masih di belakang buku catatan
sekolah. Walau selalu tanpa ending, karena mogok ide di tengah jalan. Dan itu
yang membuat Citra Asri Meida, teman sebangku, uring-uringan, “Dije, ini
tulisan diselesaikan doooong! Enggak enak banget lagi seru-serunya baca tapi
lanjutannya ilang gitu aja!”
Hahaha. Ah, terima kasih Citra. Kau komentator
tulisanku yang paling setia.
Dan momen
tak terlupakan itu pun datang.
Saat itu aku kelas tiga esema. Aku mengikuti lomba cerpen pada
saat PIJAR, Perlombaan Islami Antar Pelajar, yang diadakan oleh Forum Komunikasi
Dakwah Kampus UNSIKA. Alhamdulillah, cerpenku yang berjudul “Gerimis” berhasil
mendapatkan juara dua. Namun, karena saat itu aku enggak punya gawai, jadi
enggak bisa mendokumentasikannya. Tapi mungkin pialanya masih nangkring di
lemari sekolah SMAN 1 Telukjambe. Itu juga kalau enggak kegusur piala siswa
lain di generasi selanjutnya, maklum, aku kan udah termasuk generasi lawas
sekarang, hahaha.
Yang lebih penting, setelah menjadi
juara dua di lomba cerpen itu, alhamdulillah
Mama akhirnya mengizinkanku melanjutkan hobi menulis. Bahkan, Mama sampai
berurai air mata saat membaca Cerpenku yang berjudul “Gerimis” itu.
Apalagi
sejak aku akhirnya mengenal Forum Lingkar Pena di masa kuliah. Mama semakin membolehkan
hobi menulisku, karena tulisanku mulai terarah. Apalagi ketika Mama tahu, bahwa orang-orang yang gabung di FLP
adalah orang-orang baik, seperti di antaranya yang ada di FLP Karawang, di antaranya Teh
Lina (yang saat ini menjadi ketum FLP Karawang), dan masih banyak lagi yang
tanpa disebutkan nama pun aku tetap mengagumi kebaikan mereka.
Bersama FLP Karawang
Dan alhamdulillah, beberapa karyaku
menetas setelah gabung dengan FLP. Di antaranya, Antologi Kisata (Unsa,indie publisher), juara
dua menulis resensi novel Indiva (2015), Antologi JJCC, Jangan Jadi Cewek Cengeng(Indiva, 2017). Jiaaaah, ternyata karyamu
baru segitu doang? Sebuah suara di lubuk hatiku berkomentar.
Hm, sebenarnya malu juga sih, sudah
lama gabung di Forum Lingkar Pena, tapi karya yang kuhasilkan belum seperti
teman-teman yang lainnya. Tapi, aku ingat pepatah lama, gapailah bintang, karena saat meleset pun kau tetap berada di antara
bintang.
Ya, walaupun aku sekarang belum jadi
penulis atau blogger ‘beneran’, tapi dengan bergabungnya aku di keluarga besar FLP
seluruh dunia, ada banyak sekali pengalaman dan manfaat yang didapat.
Paling
berkesan, bisa kenal lebih dekat dengan penulis-penulis ternama –yang walaupun
karya mereka melangit tapi hatinya tetap membumi.
dari WAG FLP sedunia |
FLP pernah
bilang, bahwa manfaat menulis itu banyak, di antaranya, menulis bisa menjadi
ladang pahala, kalau ‘pesannya’ kebaikan. Menulis bisa jadi salah satu terapi
menjaga kewarasan. Menulis pun bisa ‘memperpanjang umur’ karena walaupun kelak
penulisnya sudah tiada, karyanya masih bisa dinikmati dan diambil manfaatnya.
Maka, dalam sebuah catatan kecil di
sudut hatiku, aku terus berharap, semoga apa yang kutulis, dan yang akan kutulis, bisa membuahkan manfaat, yang bisa dipetik di ‘kehidupan’ mendatang.
Karena aku tidak ingin, restu Mama yang susah payah kudapatkan menjadi
sia-sia belaka. ***