Budayakan 'Monggo' di Jalan Gonggo

Januari 02, 2017

Tulisan ini adalah tulisan pindahan dari blog lama ku :)
Walau memang sekarang sudah dibenahi jalanya dengan memberi 'akses' masuk baru, serta sekat antara kanan-kiri ke arah jembatan layang sehingga sebagian kendaraan diharuskan untuk berputar arah di bundaran di bawah jembatan layang tersebut. Namun, terkadang memang ada yang memaksa lewat jalan lama sebelahnya, hehe.
Jadi, tulisan ini masih agak relevan ya :)


Image




Macet, siapa coba yang menginginkannya? Jelas, tidak ada. Apalagi sampai berjam-jam. Yang membuat jadwal sampai di suatu tempat menjadi molor, dan menambah pegal selama perjalanan, terlebih bagi pengendara motor, tentu saja. Aduh,sudah pasti tak ada yang mengharapkannya.
Tapi anehnya,
perilaku kebanyakan orang diantara kita, sering tanpa sadar atau bahkan secara sadar, membuat perjalanan kita menjadi sedemikian menyebalkannya: macet. Tentu saja tidak hanya menyebalkan untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain.
Perilaku apakah itu?
Yup! Perilaku itu bernama, krisis Monggo.
Monggo yang saya maksud di sini adalah istilah Monggo, serapan dari bahasa Jawa yang berarti Silahkanatau dalam bahasa Sunda dikenal dengan istilah Mangga…!, yang sering kita lontarkan pada orang lain, ketika kita mendahulukan kepentingan orang lain, bahkan kepentingan umum dibanding kepentingan diri sendiri.
Banyak di antara kita, sudah melupakan budaya saling menghormati satu sama lain, dengan jarang -untuk tak menyebutnya tidak sama sekali- menerapkan budaya Monggotersebut. Buktinya, sering ditemui, ada yang tak segan-segan menyerobot ruas jalan orang lain. Yang sebenarnya jelas-jelas bukan haknya.
Akibatnya? Macet tak terelakkan, apalagi jika ruas jalannya kecil.Ampun daah…
Seperti yang sering terjadi di sebuah jalan yang diberi nama Gonggo. Yakni sebuah akses jalan yang ada di bawah rel kereta api, yang menyambungkan antara Jatirasa dan Kertabumi. Alih-alih menjadi alternatif, malah menambah daftar panjang titik rawan macet di Kota Karawang. Apalagi jika hujan terus mengguyur, dapat dipastikan kondisi Gonggo -yang sudah banyak terkelupas aspalnya itu-, semakin menyedihkan ketika para pengguna jalan -mobil maupun motor- saling menyerobot satu sama lain.
Duh, Duh, Duh…
Polisi lalu lintas, dan relawan parkir menjadi hal yang sangat diperlukan untuk meminimalisir hal tersebut. Setidaknya, para pengguna jalan lebih ‘terpaksa’ tertib ketika melewati jalan sempit berlubang itu. Dan sedihnya lagi, ketika tak ada relawan parkir atau polisi di seputar kawasan Gonggo, pengguna jalan mendadak merasa tak perlu menertibkan diri.
Ckckck….
Solusinya, ada pada diri kita sendiri, sebenarnya.
Yakni, membuka hati untuk membudayakan istilah ‘Monggo’ ini, ketika kita berpejalanan. Artinya, kita berusaha untuk mengendalikan diri agar tak egois, tak ingin menang sendiri.
Atau, bolehlah kita memodif yang sering orang betawi bilang, tentang sabar dikit napeeh? menjadi, Sabar banyak napeeeh? Hehe. ^_^
Bukankah indah, jika kita sering mendahulukan kepentingan orang lain, dibanding kepentingan sendiri?
Percaya lah, jika setiap kita saling mendahulukan kepentingan oranglain, akan ada saatnya, dengan atau tanpa kita sadari, kita akan mendapatkan kesempatan yang serupa dari orang lain.
Sehingga, tak ada lagi tuh istilah menyerobot ruas jalan orang lain. Tak ada lagi, macet yang membuat bibir kita manyun, misuh-misuh, atau bahkan sumpah-sumpahan yang membuat energi terbuang cuma-cuma karena saling ngotot ingin didahulukan.
Dan otomatis, berperjalanan akan lebih lancar. Terlepas dari jalanan itu sempit ataupun lebar, dan volume kendaraan sedang kecil atau besar.
Well, apakah untuk membuat keadaan tak macet di Gonggo ini, kita harus selalu mengandalkan peluit relawan parkir dan Polisi lalu lintas terus?
Bagaimana kalau para relawan parkir dan para polisi sedang umroh, atau pergi naik haji, atau hajatan, atau liburan ke luar negeri dan sebagainya, yang menyebabkan mereka tak bisa setia setiap saat (kayak jargon deodoran ya, xD) untuk mengatur kita yang ‘doyan di atur’ ini?
Oh, Ayolah… jangan keterusan melupakan sejarah, bahwa kita adalah bangsa yang selalu menghargai dan menghormati orang lain. Everywhere we were ^_^
Minimal, dengan menertibkan diri sendiri, kita mengurangi daftar nama pengguna jalan yang menyebalkan. ^O^ InsyaAllah.
So,
Mari budayakan ‘Monggo’, tentunya tak hanya di jalan Gonggo🙂
***
Salam olah jiwa,
Djayanti Nakhla Andonesi.
Karawang, April 2013.


*photo diambil pada tanggal 17 maret 2013 ^^

You Might Also Like

0 komentar