Beberapa waktu lalu, saya menerima kabar bahwa seorang
senior kami baru saja melangsungkan proses khitbahnya. Saya dan suami ikut
bahagia. Karena sudah lama, kami bahkan teman-teman seangkatannya pun
senantiasa mendorong beliau untuk menggenapkan saparuh agamanya.
Ya, walaupun proses yang dilaluinya baru tahap khitbah saat
ini, tapi kami senang sekali. Dari sekian proses ta’aruf dan lika-liku
ikhtiarnya, baru kali ini beliau sampai di tahap ini. Walaupun belum final,
tapi kami senantiasa mendoakan mudah-mudahan memang jodohnya dan bisa
dipersatukan hingga ke pelaminan untuk mencapai rumah tangga sakinah mawaddah
warahmah.
Yang mengharukan adalah, teman-teman seangkatan di
organisasi kami, turut hadir dan mensupport full, dari proses nazhar sampai ke
khitbah kemarin, kalau istilah milenial mah, #kawalsampaihalal.
Memang mungkin sebagian sudah gemas dengan beliau yang tidak
mau disebutkan namanya saat saya menuliskan kisahnya ini, dimana teman-teman
seangkatannya bahkan junior-juniornya sudah banyak yang melayarkan bahtera
rumah tangga, beliau masih single lillah. Hingga akhirnya, hari kemarin itu
alhamdulillah, bisa ke tahap yang sudah dekat dengan pernikahan.
Dan ternyata proses lika-liku ikhtiarnya dalam mencari jodoh
itu, membuat saya takjub. Dia berkali-kali gagal dalam prosesnya, seperti saat
sudah ada calon yang siap, beliau belum siap. Saat beliau sudah siap, ternyata
calon yang dita’arufkannya belum siap untuk menikah dalam waktu dekat, akhirnya
CV mereka berakhir di ta’aruf saja.
Hingga pada akhirnya, setelah kemarin beliau jadi khitbah
itu, ternyata memang momennya pas. Pas dia sudah siap, pas ada juga calonnya
yang sudah siap, pas juga waktunya, pas juga dari segi karakaternya. Bahkan karakter
calonnya beliau itu sungguh baik. Rela berkorban untuk keluarga, dll. Sama seperti
beliau, yang kami tahu, beliau juga orang yang banyak berkorban untuk
keluarganya. Ah, ya. Definisi orang baik berjodoh dengan orang baik,
mudah-mudahan termasuk dalam kisah mereka. Dan definisi jodoh adalah cerminan
diri, semoga memang itu adalah kisahnya.
Berkaca pada kisahnya, saya mengamati. Bahwa menikah memang
bukan tentang siapa yang lahir lebih dulu maka harus menikah lebih dahulu pula.
Menikah memang bukan tentang siapa yang cepat, dia yang
hebat. Karena memang menikah bukan perlombaan balap karung.
Menikah juga bukan tentang siapa yang lebih cepat memiliki
momongan, karena menikah memang bukan stripping sinetron yang harus kejar
tayang.
Ya, menikah itu adalah tentang kesiapan di waktu dan orang
yang tepat. Dan setiap orang memang sudah ditentukan jodohnya di lauh mahfudz.
Jadi tidak ada yang terlalu cepat untuk menikah, tidak ada
juga yang terlalu lambat menikah. Karena setiap orang sudah dengan garis
tangannya masing-masing.
Namun, tetap saja, bagi yang sudah berada di fase ‘siap’
menikah, tidak perlu menunda-nunda untuk mengumpukan pundi-pundi kesultanan
terlebih dahulu. Karena dengan menikah, insyaAllah Allah akan cukupkan
rezekinya.
Namun, bila memang belum siap menikah, alangkah lebih
baiknya tetap berada di jalan yang benar, tidak dengan mengumbar-umbar cinta
yang belum waktunya.
Buat kamu yang belum menemukan tambatan hati, jangan patah
semangat, masih banyak kebaikan yang harus dilakukan sambil mengikuti
ketetapanNya, dan hingga akhirnya Allah pasangkan kamu dengan orang yang tepat,
di waktu yang tepat pula. J