Bahaya Penggunaan Gadget Yang Kurang Bijak Pada Anak

Januari 28, 2019

Hujan, angin, dingin. Badan kurang fit. Sebuah perpaduan yang klop untuk mager di rumah :D. Tapi, karena sudah ada agenda dan agendanya luar biasa penting, akhirnya saya menggeber diri saya untuk tetap menuju lokasi acara. 

Dengan kekuatan bulan (ketahuan amat ya, saya angkatannya sailormoon :D ), salah salah, maksudnya dengan kekuatan lillahi ta’ala dan ridho suami, akhirnya saya membelah hujan dengan deruman kuda mesin hijau kesayangan. 

Tentu sebelum berangkat
saya lebih dulu meminum spirulina,androghapis dan HC alias Hpai Coffee, sebagai suplemen alami tubuh, apalagi kondisi badan sedang kurang fit, wajib banget dah jadinya untuk mengkonsumsinya, hehehe.

Jam 7.15 WIB, saya mampir dulu ke bu Yasmin,  karena kita akan sama-sama berangkat ke tempat acara. Kalau hari Ahad cerah, sudah bisa dipastikan, jalanan dari bunderan galuh mas-bunderan masjid raya perumnas, pasti padat merayap karena ada kegiatan pasar tumpah. 

Nah, berhubung cuaca sedang gerimis, kami bisa melewatinya dengan cukup cepat karena jalanan lengang. Pengunjung atau pejalan kaki baru terlihat sedikit. Dan para pedagangpun ada yang baru memulai menyusun barang-barang dagangannya.
            
Sesampainya di Masjid Ukhuwah Blok A Perumnas Bumi Telukjambe Karawang, para mujahidah tarbiyah Taman Mutiara Hati  sedang mempersiapkan Parenting Class mengenai Bahaya Penggunaan Gadget yang kurang bijak. Yang akan dipaparkan oleh seorang praktisi pendidikan. Bu Ade Khayatunnufus, S.T



Satu persatu peserta Parenting Class berdatangan. Ada dari peserta umum. Ada juga dari peserta wali Murid Mutiara Hati. Dan acara pun dimulai.

            “Nanti tuh, generasi kamu entah generasi apa, kalau lahir kayaknya udah bukan pakai nama, tapi pakai nomor!”
begitu seloroh seorang dosen pada bu Ade saat beliau kuliah beberapa waktu silam.

Dan ternyata, memang benar kenyataannya sekarang, kalau kita kenalan dengan orang lain, hal yang kita tanyakan, tak hanya nama saja kan? tapi juga menanyakan nomor telepon, betul?  Tanya bu Ade retoris.

Saya yang mendengarkan di meja registrasi peserta pun, mengiyakan. 😄

Ya, hal itu terjadi, karena teknologi yang semakin berkembang cepat, salah satunya mengenai gadget ini.


Jadi apa hubungan antara gadget dan bahayanya (khususnya) pada anak? Penasaran?

Baiklah, kita bahas dulu definisi Gadget dan Otak ya.

Gadget itu definisinya adalah gawai atau piranti yang mempunyai fungsi praktis. Orientasi gadget itu kepraktisan. 

Terbukti dari perbaharuan series gadget yang semakin berubah dari waktu ke waktu, bahkan mungkin dari hari ke hari. Adaaaa saja series terbaru dari gadget. 


Nah, salah satu masalahnya adalah, banyak dari kita yang gagal memaknai fungsi dari gadget itu sendiri.

Kalau dulu, zamannya anak 80an, paling banter dapat tayangannya dari TVRI. Kalau anak-anak milenial sekarang tayangan yang bisa didapatkan darimana? Berserakan. Dan itu salah satunya didapatkan dari  gadget.

Masalahnya, yang ada di dalam gadget tak semuanya baik. Kalaupun baik, jika intensitas anak berlebihan dengan gadget, akan menimbulkan kerusakan otak. 

Masa sih? Ciyus.


Jadi, perlu diketahui, 90 persen perkembangan otak terjadi pada anak berusia 5 tahun ke bawah. Alias usia balita. Dan di dalam bagian otak yang paling depan, namanya adalah Excecutive Function.

Apa sih Executive Function?


Untuk menjawabnya, mari bayangkan terlebih dulu kalimat ini. Ada sebuah mesin, tapi gear –nya rusak? Apakah mesin tersebut bisa berfungsi dengan baik? Jawabannya tentu tidak.

Nah. Jika dianalogikan. Otak itu seperti mesinnya tubuh. Dan EF alias Executive Function ini fungsinya sebagai gearbox-nya otak. 

Jadi, jika EF rusak, maka anak dan keseluruhan fungsi anak bisa rusak. Dan penggunaan gadget yang tidak bijak, bisa merusak EF yang ada pada otak. Na’udzubillah.

Padahal fungsi otak itu beberapa di antaranya adalah ini:


  •    Physical Development


Otak ini fungsinya bertanggung jawab untuk perkembangan fisik. Termasuk perkembangan otot.

Nah, gadget ini, bisa membuat otot anak tidak bergerak. 😱

Misal, kalau anak memegang atau menonton gadget, anak memang bisa duduk tenang, bahkan bisa duduk dengan sangat lama, berbeda misalnya ketika diajak makan, bisa pecicilan luar biasa. 😂

Ya, jika kita amati sekilas anak duduk tenang ketika melihat gadget itu hal yang menyenangkan.

Faktanya, jika kita perhatikan dengan benar, otot anak sedang tidak difungsikan dengan baik jika bermain gadget. Anak hanya menggerak-gerakan jarinya saja bukan? Sedangkan otot tubuh lainnya hanya diam.

Padahal, perkembangan yang baik bagi anak adalah yang melibatkan banyak kerja otot. Otot anak harus sering dilatih, bukan dibiarkan diam terus menerus bersama gadget.

  •   Approaches to learning


Otak juga bertanggungjawab terhadap perencanaan.

Nah, anak yang berlebihan terpapar gadget, tak akan mampu merencanakan sesuatu dengan baik.

Otak bertanggung jawab pula atas kreatifitas.

Mungkin sebagian akan beranggapan, “Kan saya ngasih gadget supaya anak nonton hal-hal yang kreatif.”

Alasan normatif memang. Tapi, bila tidak didampingi, anak cenderung puas hanya dengan melihat atau menonton saja. Jadi, semakin anak sering terpapar gadget, kreatifitas anak semakin menciut.

  • Social And Emotional Development


Salah satu fungsi otak selanjutnya adalah untuk mengelola emosi.

Pernah menghadapi anak tantrum? Nah, bagi anak yang sudah kecanduan gadget, ketrantrumannya akan sulit untuk diredakan. Namun, perlu diingat juga, ketika anak tantrum, orang tua jangan ikut-ikutan tantrum, ya :D

Sebuah penelitian pun menunjukkan, bagi anak yang terpapar gadget, ketika diminta bermain lego akan mudah menangis bila mainannya roboh. Karena gadget telah mengikis rasa persistensi dirinya. Padahal persistensi diri itu sebuah bekal yang sangat penting untuk kehidupan mendatangnya, bukan?


  • Languange and Literacy


Otak juga berfungsi sebagai penggerak Bahasa dan literasi.

Semakin banyak perbendaharaan kata, semakin banyak pula kalimat yang bisa diucapkan. Dan semakin mudah pula anak dalam berbicara, membaca untuk selanjutnya menulis dengan baik.

Masalahnya, pada anak yang sejak balita terpapar gadget, kemampuan pada poin ini akan menjadi tidak optimal. 

Dan pada beberapa kasus, seperti yang pernah ditangani oleh bu Ade sendiri, ada anak yang sudah berusia lima tahun tidak bisa mengidentifikasi benda nyata di sekelilingnya. 


Karena ternyata sejak kecilnya, dia telah dicekoki gadget setiap harinya. Sehingga anak tidak berkomunikasi dengan baik dengan orang yang disekitarnya.  

  • Mathematical Thinking

Otak juga sangat berperan untuk kita berpikir matematis. Karena ini memang salah satu modal kehidupan. 

Coba perhatikan, apa di dunia ini yang tidak ada hubungannnya dengan matematika? Semuanya pasti ada.


Entah itu angka, pola, bentuk geometri, maupun ukuran dan data. Semua itu ilmu matematika bukan?

Tapi perlu diingat pula bahwa setelah membaca ini, bukan agar para orangtua jadi sibuk me-les-kan Ananda ke kelas matematika supaya Ananda dapat score 100 terus ya. Bukan. Bukan itu maksudnya.

Melainkan, penekanan pada poin ini, adalah jika otak berkembang dengan baik, maka paling tidak, anak akan bisa menghitung dan berpikir logic. Berpikir logic  ini yang akan sangat berguna bagi kehidupannya di masa yang akan datang.

  • Social Studies

Otak bertanggung jawab pula terhadap ilmu sosial anak. Yang notabene sangat diperlukan dalam kehidupan ini.

Otak akan mengenal budaya, identitas, belajar menempatkan diri dalam lingkungan. Mengenal waktu, dan tempat.

Nah, salah satu bahaya dari gadget ini, bisa menyebabkan anak menjadi ansos alias antisosial. 

Anak akan sulit berbaur dan berkomunikasi dengan lingkungan, karena anak merasa sudah cukup mendapatkan semuanya di gadget. 


Padahal, kita di dunia nyata, jadi kita perlu bersosialisasi dengan yang nyata pula.

Selain itu,  tentu saja penggunaan gadget yang berlebihan pada anak, akan menyebabkan fungsi mata dan otot-otot tubuh menjadi terganggu.

Jadi, siapakah yang bertanggung jawab untuk menjadi bijaksana dalam hal gadget ini? 


Jawabannya tidak lain adalah orangtua dan orang-orang dewasa yang ada di sekitar anak.  Karena anak tentu tak akan bisa mendapatkan gadget bila tidak difasilitasi oleh orangtua atau orang dewasa di sekitarnya, bukan?

By the way, bijak itu apa sih? 

Bijak adalah bisa membedakan mana yang prioritas mana yang tidak.

Nah, mari kita tanya pada diri kita masing-masing. Apa prioritas kita? Membangun (karakter) anak atau menyuruhnya selalu duduk diam dengan cara merusak otaknya bersama gadget?

Semoga kita sebagai orangtua, bisa lebih bijak lagi dalam memberikan gadget pada anak. Bila memang anaknya masih berusia dibawah lima tahun, sebaiknya tidak usah memberikan gadget.

Bahkan bu Ade sendiri menjelaskan, ada batasan maksimal penggunaan gadget pada anak.

0-2 tahun tidak boleh diberikan gadget sama sekali.
3-5 tahun hanya boleh memegang gadget 1 jam/hari.
6-14 tahun hanya boleh memegang gadget 2 jam/hari.

Tapi itu juga harus DIDAMPINGI. Tidak dibiarkan memegang gadget sendiri.

Dan yang terbaik adalah, tidak memberikan gadget sama sekali pada anak usia dibawah 5 tahun. 

Kalaupun masih belum bisa seketat itu, jadwalkan saja hari yang boleh melihat gadget. Lalu batasi waktunya, sekian menit. Dan tetap dengan pendampingan orangtua.


bagaimana jika anak sudah terlanjur terpapar gadget? Apa yang harus kita lakukan?

Ada 5 poin penting yang harus dilakukan oleh kita sebagai orangtua atau orang dewasa terhadap perkembangan anak-anak:

  • Istiqomah
Ibu dan ayah, harus satu suara dalam memberikan keputusan kepada anak.

Misalnya dalam hal gadget, ketika ibu melarang, maka ayah pun tidak mengizinkan anaknya saat anak meminta gadget.

Pun begitu dengan nenek/kakek harus satu suara dengan ayah dan ibu sang anak.

Karena bila anak mendapatkan dua pola asuh yang berbeda, atau dua keputusan yang berbeda, maka anak akan cenderung tidak taat aturan atau cenderung mengikuti aturan yang menguntungkannya dan bahkan membuat aturannya sendiri. 

Nah, bu ibu dan pak bapak yang belum satu suara, monggo dirapatkan diforum internal keluarga kecilnya ya 😉 Mungkin ngobrolnya bisa sambil jalan-jalan ke tempat yang sejuk, biar diskusinya juga adem-adem gimana gitu. #eaaa 

Karena istiqomah memang penting, termasuk istiqomah dalam memberi contoh pada anak. 


Misal, pada saat quality time bersama anak, usahakan Ayah dan ibu tidak menggunakan gadget, kecuali untuk hal-hal yang urgent.

Atau ayah dan Ibu bisa melipir dulu ke belakang atau ke tempat yang Ananda tidak melihat orangtuanya memegang gadget.

Atau kalaupun terpaksa menggunakannya di depan anak, berikan alasan yang tepat dan sesuai fungsi awal gadget itu sendiri.

  • Adil

Adil di sini maksudnya adalah, kita harus bisa melihat dan menyesuaikan tahapan perkembangan anak.

Karena Fitrahnya anak itu memang bergerak ya, bu ibu, pak bapak. 😄

• Misal anak umur setahun, fitrahnya memang kesana kesini, karena dia sedang belajar jalan, sedang berjalan keseimbangan, dia belajar bangkit setelah jatuh, dia belajar mengenal sakit ketika jatuh, dsb.


• Fitrah anak tiga tahun misalnya sering menumpahkan air. Karena memang persepsi mereka belum tau batasan.


Maka kita sebagai orangtua, memberi arahan atau pijakan, tentang batasan itu. misal mengisi air ke dalam gelas tadi, ketika dia menumpahkan air, kita diharapkan berujar seperti ini :

“Wah, airnya tumpah ya?”

“Tumpah kenapa ya?”

“Oh, meluap. Betul.”

“Meluap karena airnya terlalu banyak. Bagaimana supaya airnya tidak meluap ya?”

“Jadi, sebaiknya kita mengisi tidak melebihi garis gelas ya nak.” 

Ya, kalimat-kalimat seperti itu jauh lebih menstimulus anak untuk bepikir dan menyelesaikan solusi ketimbang anak langsung dimarahi.

  • Khusyu (mindfulness)

Maksudnya adalah kita harus senantiasa ingat kepada Allah. 

Sehingga, pada praktiknya bersama anak, kita bisa menempatkan diri dengan baik sebagai ibu atau ayah atau orang dewasa yang bertanggungjawab untuk menjaga amanah Allah tersebut dengan baik.


Pun salah satu contohnya, orangtua yang khusyu adalah, ketika orang tua tersebut mampu mengendalikan diri untuk tidak memberikan gadget pada anak meskipun sekarang ini harga gadget ada yang harganya jauh lebih terjangkau dibandingkan buku edukasi atau mainan edukasi anak.



  • Meaningfull

Biasakan untuk sering-sering mengobrol dengan anak yang penuh makna, sekalipun anak tersebut masih bayi.

Karena dengan ucapan-ucapan yang baik dan bahkan penuh makna, otak anak akan terstimulus dengan baik pula.


Membacakan anak buku cerita atau shirah nabawi juga bisa termasuk ke dalam poin ini, loh. 

Wah para bakuler buku edukasi, selamat ya sudah jadi perantara para orang tua untuk mengedukasi anak-anak 😍

  
Bagi yang sibuk bekerja bagaimana? Usahakan sediakan waktu untuk Quality time, ya. 😉

  • Berlandaskan ilmu yang diridhoi Allah SWT.
Ketika ada sebuah kegiatan baik untuk diri kita maupun untuk anak-anak, kita harus membiasakan diri untuk memilahnya. 

Mana kiranya kegiatan yang akan mendatangkan ridho Allah SWt. Mana yang tidak.


Intinya sih, kesimpulan dari yang sudah disebutkan di atas adalah: 


untuk mencegah maupun menangani anak yang kecanduan gadget adalah dengan banyak melakukan kegiatan bersama anak.


Baik yang berhubungan dengan motoric kasar maupun yang motoric halusnya, dengan senatiasa berpegang teguh pada 5 poin di atas. 


Misalnya ajak anak muroja’ah sambil lari pagi, atau ajak anak bermain puzzle, dan permainan real lainnya yang selain gadget.

Memang bukan perkara mudah, apalagi bagi yang gadgetnya sudah menjadi candu. Tapi bukan perkara mustahil pula bahwa kita bisa memperbaiki kebiasaan itu agar perkembangan anak sesuai fitrahnya.

Adalah wajar ketika ternyata kita belum bisa menjadi orangtua yang sempurna, yang sesuai dengan kaidah –kaidah mendidik yang baik. Karena seperti pepatah, tak ada gading yang tak retak.

Tapi menjadi tidak wajar, bila kita lantas bersikap masabodoh, cuek dan tak mau memperbaiki apa yang kurang tepat.

Jadi, Insya Allah kita semua mau sama-sama belajar menjadi orangtua yang bijaksana, ya… 😍

Dan karena semua itu butuh proses, ilmu dan kesabaran, maka tetaplah semangat untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya dengan sabar. 💪💪

Semoga tulisan ini bermanfaat, aamiin. 

Oh ya, kalau mau menambahkan penjelasan soal tulisan ini, silakan. Atau mau  mengoreksi dan berdiskusi, monggo tulis di kolom komentar, ya.

Dan kalau mau tahu lebih lengkap lagi, mending nanti langsung ikut gabung kalau ada kegiatan parenting selanjutnya, ya!

Karena, ngebahas satu judul ini aja sebenarnya butuh waktu berjilid-jilid untuk mengupas tuntas semuanya. 😁


Asli deh, enggak akan nyesel ikut parenting class kayak gini. 😍

Jazakumullah Taman Mutiara Hati atas acara yang bermanfaat ini. 😘

Salam,
Djayanti Nakhla Andonesi

You Might Also Like

28 komentar

  1. Bermanfaat banget penjelasannya mbak, makasih yaa

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum....
    Waaahhh terimakasih banyak ya. ..alhamdulillah ibu mendapatkan insight-nya ,semoga peserta lain juga demikian ,kebahagiaan saya sebagai pembicara (bukan narsum, karena materinya saya comot dr berbagai sumber) adalah ketika pendengarnya mampu mempresentasikan kembali yang didengar apalagi kalau sampai merepresentasikannya di kehidupan 😍

    Terimakasih banyak banyak yaaa, semoga bermanfaat

    Ada sedikit koreksi :Excecutive Function sebagai "gearbox"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumsalam wr wb, waaah makasih bu Ade sudah mau mampir dan baca di blog ini 😍

      Makasih ya bu koreksinya, sudah saya edit ya bagian yg harus diperbaikinya.

      Jazakillah khoir bu ilmu yang sudah dishare-kan di acara parenting kemarin 😘

      Semoga Bu Ade makin menginspirasi kita semua aamiin 😍

      2 Februari 2019 09.47

      Hapus
  3. Inshaallah ini bermanfaat, terutama bagi saya nanti ketika sudah berkeluarga...
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. allahumma aamiin.
      Iya sama-sama Mas junior. Terima kasih sudah mau baca sampai tuntas. :)

      2 Februari 2019 09.48

      Hapus
  4. Duh aku juga termasuk kecanduan ni walaupun buat kerja sih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya mbak, kalau untuk orang dewasa kerja dimaklum tapi kalau untuk anak-anak sebaiknya diatur jadwal gadgetnya ya :)

      Hapus
  5. Bagus artikelnya
    Mungkin tata letak/layout tulisannya agak dirapikan ya :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuaah ada Mbak Afra 😍 jazakillah khoir sarannya mbak 😊

      Hapus
  6. Senang baca artikel parenting, jadi warning juga buat emak millenial kayak saya. Sudah d warming up pun harus lebih disiplin lagi.

    BalasHapus
  7. Keeerreeeen... bermanfaat banget untuk orang-tua, nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin allahumma aamiin. Makasih pak, sudah baca sampai tuntas :)

      Hapus
  8. Woowww.. Aku langsung kenyang mb.. Pas bgt dibaca orangtua zaman now..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe kenyang karena tulisannya banyak banget ya mbak 😂 iya mbak Ziee, cucok buat ortu zaman now 😘

      Hapus
  9. Kalau Abah Ihsan bilang gadget ini adalah setan gepeng wkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk

      Dj baru tau kalau istilah "setan gepeng" itu dipopulerkan oleh Abah Ihsan 😅

      Hapus
  10. Mau ikutan juga Dj kelas parentingnya. Nanti kalau saya sudah di Depok. Ajak-ajak ya jika ada kelas Parenting.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak Evi, nanti Dj kabari kalau ada kelas Parenting lagi di Karawang ya 😘 nanti bisa sekalian kopdar, yeay 😍

      Hapus
  11. Bermanfaat sekali postingannya, jazakillah Khoir

    BalasHapus
  12. Wah, jangan sampai EF otak anak rusak gara2 penggunaan gadget yang kurang bijak pada anak ya. Jadi orangtua zaman sekarang harus waspada.

    BalasHapus
  13. Aku paling lama gak megang HP itu 24 Jam, karena sengaja HP dimatikan biar lolos dari notif WA haha

    BalasHapus
  14. Semakin dimanjakan dengan gadget, anak-anak semakin kurang imajinasi dan enggak mau baca.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya, memang harus ada jadualnya ya untuk gadget tdk boleh terus-terusan

      Hapus